The Beginning of Diplomat's Life : ASEAN Resilience, Irregular Migrants, Back to Jogja

Halo, teman...
Minggu ini merupakan minggu yang sangat emosional bagi saya. Minggu ini kami diberi kesempatan untuk belajar tentang migran iregular. Sejauh ini jumlahnya kurang lebih 13.000 di Indonesia dan dalam 1 tahun hanya mampu melakukan resettlement terhadap 900 orang. I know...Jadi...kapan kelarnya? Permasalahan ini sangat kompleks. Perjalanan 1 minggu ini membuat saya belajar banyak mengenai kehidupan. 

Iregular migran berbeda dengan migran ekonomi. Migran ekonomi lebih karena mencari penghidupan yang layak secara ekonomi sedangkan iregular migran nasibnya lebih kasihan.Harus dibedakan pula bahwa dalam iregular migrant dapat dibagi menjadi dua. Yang pertama adalah perdagangan manusia, yang kedua adalah penyelundupan manusia.

Penyelundupan manusia adalah ketika si migran secara sadar meminta kepada penyedia jasa layanan penyelundupan untuk diselundupkan ke negara lain. Biasanya, migran iregular ini tidak memiliki dokumen perjalanan, paspor atau pun visa. Berbagai alasan menjadi latar belakangnya. Ada yang tidak memiliki paspor karena negara yang menjadi kampung halamannya tidak mengakui mereka sebagai bagian dari negaranya sehingga mereka bahkan tidak memberikan kartu tanda penduduk bagi mereka. Ada pula yang karena negaranya sedang dilanda kasus terorisme seperti di ARAB, IRAK, serta karena sentimen terhadap agama tertentu.  

Penyelundupan manusia ini terkadang bisa berujung pada perdagangan manusia. Perdagangan manusia terjadi ketika si agen aktif mencari sasaran untuk diperdagangkan, biasanya dengan iming-iming pekerjaan di negara maju, namun akhirnya berakhir menjadi pekerja sex komersil. 

Kami diberi kesempatan untuk bertemu langsung dengan para imigran ireguler. Ada yang berasal dari Arab, Irak, Iran, Afghanistan, juga dari Myanmar. Cerita mereka beragam, ada yang harus pergi meninggalkan negara Iran karena berpindah agama, ada yang pergi dari Arab karena bertikaian Syiah dan Suni, ada yang pergi dari Pakistan karena pembunuhan bertarget, ada yang pergi dari Myanmar karena tidak diakui sebagai bagian dari negara tersebut. 

Mereka bercerita, imigran dari Iran mengatakan jika ia ketahuan pindah agama, ia mungkin akan dibunuh. Imigran Pakistan mengatakan bahwa hidup sangatlah tidak pasti, akankah tiap hari anggota keluarganya bisa pulang ke rumah dengan selamat, bomb bunuh diri ada di mana-mana, kita mungkin saja dibunuh ketika dalam perjalanan ke rumah sakit. Imigran dari Myanmar mengatakan ingin hidup yang lebih baik.

Sadarkah kita bahwa Indonesia adalah surga. Kita bangun tanpa suara bom. KTP bisa dibuat dengan mudah, beberapa bahkan memiliki KTP ganda. Semua yang dikita miliki saat ini terasa taken for granted. Diberikan dengan percuma sehingga kita kurang menghargainya. Para migran ini sudah 7 tahun lebih pergi dari negaranya. Sadarkah bahwa bisa berkumpul dengan keluarga adalah berkat dari Tuhan. 

Para migran ini tertangkap ketika hendak menyebrangi laut Selatan dengan perahu nelayan. Ombaknya begitu besar dan menakutkan. Mereka sudah 5 hingga 6 kali mencoba menyebrang. Kata mereka, ini adalah harga yang harus dibayar untuk hidup yang lebih baik. 

Saat ini, mereka tidak peduli akan di tempatkan di negara mana. Yang terpenting bagi mereka adalah agar segera mendapatkan kewarganegaraan. 

Let's say our grace to God. Terimakasih Tuhan, karena Tuhan memberikan negara yang baik sebagai tempat kelahiran saya. Terimakasih karena saya tidak harus hidup dalam ketakutan setiap hari. Terimakasih bahwa tidak seharipun Tuhan membiarkan saya kelaparan. Sadarkah kamu bahwa ada orang-orang yang rela menyebrangi lautan ganas untuk hidup yang kita jalani saat ini? 

Ketahanan sebuah negara berpengaruh besar terhadap rakyatnya. Semoga Indonesia semakin memiliki ketahanan di bidang ekonomi, politik, ekonomi dan pasar, perlawanan terhadap terorisme, penyelesaian batas wilayah, serta konflik maritimnya.

Semoga hari ini, kita semua bisa lebih menyayangi yang kita miliki.
Love you all. 


Komentar