Pembukaan Sekolah Dinas Luar Negeri Angkatan 39 oleh Ibu Menteri Retno Marsudi, sumber inspirasi saya

Hari ini, tanggal 1 Juni 2015 merupakan hari bersejarah bagi kami, 70 orang putera- puteri terbaik yang direkrut Kementerian Luar Negeri (KEMLU) Republik Indonesia dengan proses yang panjang dan berlapis. Setelah menjalani orientasi, prajabatan dan magang di KEMLU, akhirnya hari yang dinantikan tiba. Ibu Menteri Retno Marsudi memberikan perhatian yang besar kepada kami dan meminta secara khusus kepada Bapak Duta Besar (Dubes) Suhardjono Sastromihardjo untuk membuat upacara pembukaan Sekolah Dinas Luar Negeri  (SEKDILU) angkatan 39 diawali dengan kelas dari Ibu Menteri. "Apa yang dibutuhkan Indonesia dari Diplomatnya?", adalah topik yang dibawakan dengan sangat menginspirasi  oleh Ibu Menteri. 

Seorang diplomat harus berpakaian rapi, bertutur kata halus dan santun, tapi bukan kalah. Seorang diplomat harus wangi, cantik, tapi juga tidak hanya sekedar bisa membuat nota, membuat draft pidato. Diplomat wanita memiliki tantangan dua kali lipat dari yang pria. Keluarga dan karir semuanya nomor satu. Jika ditanya mana yang nomor satu, beliau menjawab karir nomor satu, keluarga juga nomor satu. Ini adalah sebuah privilege bagi seorang wanita untuk dapat menyusui dan merawat anak, karena anak akan mencari ibunya terlebih dahulu ketika mereka menemui masalah. Jangan berikan keistimewaan untuk menyusui dan mengandung bahkan ketika suami Anda memintanya, kelakar Ibu Menteri. 

Diplomat juga harus melindungi negaranya, melindungi warga negaranya, juga meningkatkan perekonomian. Sudah tidak musim, seorang diplomat menggunakan telepati dan hanya duduk dipojokan. Diplomat harus pandai mencari kesempatan. 

Begitu banyak pelajaran yang bisa diambil dari seorang Ibu Menteri Retno Marsudi. Tidak dalam, namun saya berkesempatan mengenal secara sekilas putera dan menantu beliau melaui dunia debat Universitas. Dyota dan Ria Lucky yang saya kenal di National University English Debate Competition di tahun 2010 di mana kami berbagi panggung final. Ria Lucky dan Ahmad Naufal Dai menyabet juara II, sedangkan saya yang saat itu masih newbie dan partner saya, Keinesasih Hapsari Puteri harus berbesar hati duduk di Posisi IV setelah Universitas Gajah Mada yang digawangi oleh Eldhiyanto Yusuf dan Yunizar yang 2014 lalu kami sama-sama mendaftar di Kemlu. Sungguh sayang Yunizar atau Yudi tidak lolos hingga akhir, padahal menurut saya, Yudi adalah bibit diplomat yang pengetahuannya soal hubungan internasional cukup mumpuni. Semesta memang memiliki caranya tersendiri bagaimana ia mengatur hal-hal menakjubkan dalam hidup kita. 

Tidak mudah menjadi Ibu Retno. Kurang dari tiga hari setelah resepsi pernikahan puternya, beliau harus kembali bertugas menghadapi peristiwa memilukan bagi Kemlu atas kecelakaan yang menimpa Bapak Duta Besar Muh. Burhan. Inspirasi dari kerja nyata beliau membuat saya semakin bersemangat menjadi seorang Diplomat. 



Hidup menyimpan banyak kisah. Saya bahagia menjalani hidup saya saat ini. Semoga teman-teman semua bisa mendapatkan berkat dan rejeki untuk hidup dalam impian kita. Saat ini saya tidak berpenghasilan fantastis, namun saya cukup makan, cukup tempat tinggal, ada teman-teman yang menyayangi saya. Bagi saya itu cukup. Haters gonna hate, just shake them off. Spend your time on people who love us. ;)

Di bawah ini adalah teman saya dari United Nations Alliance of Civilization 2014 kemaren, Niwa Rahmad Dwitama. Good Speed. Semoga kita diberi berkat untuk memberi inspirasi seperti Ibu Menteri.


Hidup itu terlalu singkat untuk dihabiskan tanpa mengikuti kata hati. Selamat malam dan sukses untuk semua. Perjalanan kita baru dimulai. 25 tahun dari sekarang, siapa pun yang jadi menteri, siapa pun yang berhasil jadi SEKJEN PBB, undang yang lain ya. Kalau saya yang jadi, saya masakin makanan vegetarian untuk teman-teman saya. :D

*Siap-siap kembali ngerjain tugas LEMHANAS*

Komentar